Untuk part I, (https://iiumc.com/pengorbanan-ibu-2/).
Assalamualaikum semua. Sebelumnya, saya nak ucapkan terima kasih kepada para pembaca yang sudi meninggalkan comment positif ataupun negatif. Saya nak minta maaf kalau bahasa Melayu saya barai sikit. Yelah, terakhir sekolah di Malaysia 12 tahun lalu, itupun dibawah SJKC. Waktu belajar Bachelor dulu pun kos kejuteraan. Exam semua dalam BI. Dengan kawan je saya guna bahasa Melayu informal dan itu pun banyak perkataan yang saya rasa kurang sesuai untuk karangan. Maaf juga kalau banyak pengunaan bahasa yang tak sesuai. Saya berusaha sedapat mungkin menggunakan perkataan yang dapat difahami dalam bahasa Malaysia.
Ibu saya alumni sastra Prancis dari universiti di Indonesia, bukan dari negara Prancis. Dia sambung Linguistik untuk Master dan PhD, hingga akhirnya dapat buka perniagaan kursus di bidang tersebut. Ya, saya pun sempat benci kenapa ibu saya masih lagi bersama ayah tiri saya. Tetapi setelah saya besar baru saya faham alasan dia untuk tak bercerai, iaitu adik tiri saya. Sejak dia lahir pada tahun 2007, saya memang sayang dia. Waktu adik tiri saya berumur 7 tahun, ayah tiri saya bagitau adik tiri saya kalau saya bukanlah abang kandung dia. Adik tiri saya masih lagi terima dan sayang saya macam biasa sesudah itu. Bayangkan budak umur 7 tahun dah kena fikir matang. Dia tak pernah tanya pasal masa lalu saya dan ibu saya. Sekarang, saya bersyukur adik tiri saya tidak bernasib sama dengan saya, kisah penceraian.
Mungkin banyak yang rasa ibu saya bodoh, sebab jatuh ke lubang yang sama. Dah macam sinetron haha Gelar tinggi tapi tak boleh berdikari. Tetapi satu hal yang saya nampak, ibu saya selalu ridho kalau inilah jalan dia. Dia pernah cerita dekat saya, kalau dia sangat benci budak kecil sebelum dia melahirkan saya. Banyak lelaki yang melamar dan nak jadikan dia istri. Tapi takdir memilih dia untuk kawin dengan ayah kandung saya, menjadi mualaf, melahirkan saya dan membesarkan saya. Dia tidak pernah menyesal ataupun menyalahkan nasib. Dia tak pernah sekalipun cakap dia menyesal kawin dengan ayah kandung saya, kerana dia tau kalau dari situlah saya lahir. Suatu keridhoan yang masih lagi tak dapat saya capai. Walaupun saya terlahir sebagai seorang muslim…
Sewaktu saya remaja, saya selalu dengki dan sedih melihat keluarga kawan-kawan saya. Bagaimana ayah mereka mengajak anaknya ke masjid. Bagaimana mesranya kedua orang tuanya. Bagaimana hangatnya kasih sayang ayah mereka. Saya selalu menyalahkan takdir, tak jarang saya juga marah dengan keputusan ibu saya dulu. Saya memberontak macam anak broken home lainnya. Saya kerap membentak ibu saya dan mengurung diri didalam bilik. Saya selalu berdoa agar Allah mencabut nyawa saya sewaktu saya tidur. Tetapi alhamdullilah, didikan ibu saya sewaktu saya kecil membuat saya tidak pernah menyentuh rokok, arak, dadah ataupun mencuba bunuh diri. Tetapi perasaan tak berguna selalu ada setiap kali melihat ibu saya menangis dengan perlakuan ayah tiri saya.
Salah satu motto kesayangan ayah tiri saya yang saya ingat sampai sekarang, “Tuhan adalah Dollar”. Dia sangat ringan tangan membantu kaki tangan dan anak buahnya, tetapi sangat kedekut dalam memberi nafkah ke ibu saya. Dulu beberapa kali ibu memohon untuk diberikan wang kerana wang tabungannya tidak cukup, tetapi ayah tiri saya membalasnya dengan hinaan. Tak jarang didepan saya dan orang lain. Setiap kali ibu saya ingin membuka perniagaan baru, ayah tiri saya selalu merendahkan dia dan mengatakan bahwa dia akan gagal. Ya, ibu selalu gagal…. Tapi mungkin kerana perniagaan ibu tidak didukung suaminya sendiri…
Sekarang, ayah tiri saya mengidap diabetes. Perniagaan yang diambil dari ibu saya menurun. Beberapa kali kaki tangannya terlibat kes pencurian barang. Kaki tangan yang dulu selalu setia bermulut manis, semua lari. Sedangkan ibu menjadi ketua dalam organisasi kebajikan masyarakat dibawah kerajaan. Ayah tiri saya sekarang terkadang memohon kepada ibu saya untuk membantu dia dalam menjaga perniagaan yang hampir hancur. Sejujurnya, saya selalu ketawa melihat bagaimana Allah dapat mengubah hidup seseorang dalam beberapa tahun. Ayah tiri saya sekarang juga suka membanggakan saya. Sebelum saya ke Eropa, dia memeluk saya, walaupun saya tidak merasakan apa-apa lagi terhadapnya, sekadar membalas pelukan pun saya tidak mahu.
Ayah kandung saya pernah mencuba menghubungi saya sewaktu saya sekolah menengah tingkatan 4 melalui Facebook. Dia meminta saya pulang hanya untuk membuat myKad, haha. Tidak ada kata maaf, kata rindu ataupun kata sayang. Sewaktu saya di Eropa, sekali lagi dia menghubungi saya. Ibu saya selalu berpesan untuk berhati-hati dengan dia. Ayah kandung saya merupakan orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia mau. Sudah ramai adik beradik, kawan bahkan ibunya yang menjadi mangsa ayah kandung saya. Mungkin banyak juga saudara tiri saya lainnya yang menjadi mangsa ayah tiri saya. Tetapi saya bersyukur bahwa ibu saya mengambil keputusan yang tepat untuk membawa saya lari. Ibu saya selalu nasihat saya untuk berjumpa ayah kandung saya suatu hari nanti, “Walau bagaimanapun dia ayah kandung saya”. Tetapi entahlah, dengan ayah tiri pun hati saya dah beku, dengan ayah kandung mungkin dah tak ada rasa….
Banyak yang comment kisah saya macam sinetron sangat, memang kawan rapat saya yang tau cakap hal yang sama. Orang lain akan nampak hidup saya sempurna dan selalu bahagia. Alhamdullilah, saya tak pernah sampai lagi tahap depressed nak bunuh diri. Setiap kali saya rasa putus asa dan penat, saya akan doa agar Allah mencabut nyawa waktu tu juga dan menangis. Macam budak-budak memang, tapi itulah cara saya bertahan sampai sekarang. Dalam kondisi normal, saya yakin alasan saya masih hidup kerana ada takdir rancangan lain untuk saya. Sama macam takdir ibu saya menjadi mualaf dan melahirkan saya.
Kepada yang mengatakan bahwa lari dari Perkahwinan bukanlah jawaban. Ketakutan saya dari kecil lebih besar dari keinginan saya untuk menikah. Dalam rencana hidup saya saat ini, menikah tidak ada didalam daftar saya. Sewaktu saya belajar di Malaysia, saya aktif berorganisasi dan sukarelawan. Tak jarang, beberapa perempuan berusaha mendekati saya. Saya tau tetapi saya diam. Saya selalu ingat bagaimana sebuah keluarga menghancurkan masa kecil saya. Menghancur hidup ibu saya. Saat ini, saya lebih ingin menjaga atau mengangkat anak yatim piatu yang bersungguh-sungguh ingin mengubah nasib hidupnya.
Fokus saya sekarang, menyelesaikan kos Master saya jauh lebih penting. Terima kasih yang sudi membaca. Doa dan kata semangat kalian, menjadi alasan utama saya menulis cerita ini dan memberi saya energi untuk beradaptasi di bumi Eropa ini. Doakan kelancaran untuk Final exam saya February ini :)
– Amir
Hantar confession anda di sini -> https://iiumc.com/submit